Jumat, 08 Februari 2019

Melihat yang Orang Lain Tidak Lihat

Tidak ada komentar :

Rabu, 06 Februari 2019

Islam dan Budaya

Tidak ada komentar :

Mbah Nun pada channel youtube Bid'ah Channel

Selasa, 13 September 2016

Allah,Liberty and Love

Tidak ada komentar :
Hasil  copas semoga bermanfaat...

Terbawa rasa penasaran seperti apa isi buku Irshad Manji yang sempat menghebohkan, terutama setelah adanya penolakan dan upaya pembubaran bedah buku dari pihak FPI. Mencari-cari dan akhirnya ketemu buku utuh Allah, Liberty & Love: Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan. Buku ini merupakan bukunya yang kedua diterjemahkan dari buku asli berjudul Allah, Liberty and Love: the Courage to Reconcile Faith and Freedom terbitan Random House, Canada, 2011. Buku pertamanya berjudul “Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini (terjemahan dari The Trouble with Islam)”.

Buku Allah, Liberty & Love ini berisi 7 bab setebal 349 halaman. Lebih banyak berisi kisah-kisah pergulatan Manji setelah terbit buku pertama, terutama dalam menyuarakan faham kebebasan (liberalisme) di berbagai belahan dunia. 80 persen isinya adalah cerita, surel (email) dari para pengkritik maupun pendukung gerakannya.

Jika Anda ingin memahami latar belakang pemikiran Irshad Manji dari buku ini tidak akan menemukan jawaban yang memuaskan.

Pertama, buku ini bukan buku serius berisi kajian mendalam pemikiran dirinya dari aspek filosofis maupun kajian literatur seperti buku-buku daras filsafat atau sejenisnya. Buku ini lebih banyak menceritakan berbagai hal yang ia temui dari kenyataan-kenyataan mengenai banyak hal: dukungan, hujatan terhadap dirinya, kenyataan diskriminasi di dunia Islam dan di dunia Barat, serta banyak lagi.

Kedua, gaya penulisan buku ini berbeda dari buku teoritis, hal ini lebih karena latar belakang Irshad Manji sebagai jurnalis pada sebuah acara di QueerTelevision New York, sebuah acara di TV dan Internet yang mengupas budaya gay dan lesbian yang belum pernah ada sebelumnya. Pekerjaan ini pada gilirannya sangat mewarnai gaya penulisan Manji.

Ketiga, untuk memahami bagaimana metodologi kajian dari pemikiran Irshad Manji yang ia gunakan, sayangnya tidak dituliskan secara detail dalam dua bukunya. Padahal ini adalah aspek yang sangat penting. Manji lebih tertarik untuk menghantam dan menonjolkan perbedaan cara pandang tanpa membangun sebuah metodologi berpikir yang tersusun secara ilmiah, sehingga bisa dipelajari lebih lanjut. Tapi, mungkin untuk sebagian banyak pembaca, faktor inilah yang justru menyebabkan buku ini berbeda dari buku-buku lain. Karena dikemas seperti novel. Bukan seperti buku teori yang kaku.

Dalam penelusuran saya terhadap dua buku Manji, buku pertama (The Trouble with Islam) lebih tersusun secara urut mengenai sejarah hidup dan latar belakang pemikirannya dibanding dengan buku Allah, Liberty& Love, sehingga dapat lebih mudah memahami mengenai alasan kenapa ia memposisikan diri sebagai pembela hak-hak kaum gay/lesbian sembari membombardir doktrin-doktrin keagamaan yang ia anggap bertentangan dengan nilai yang ia anut.

IM Menyebut Dirinya Sebagai Lesbian?

Identitas Manji sebagai Lesbian (suka terhadap sesama jenis/wanita) dalam buku ini (Allah, Liberty & Love) nyaris kabur. Hanya ada satu pernyataan yang ia katakan mengenai identitas dirinya, sebagai berikut:

“…Fakta bahwa aku seorang lesbian yang menggugat penafsiran harfiah” (hal.31).

Pernyataan itu dilontarkan Manji dalam menanggapi email dari seorang pengkritik bernama Sidique, yang menggangap Manji sebagai duri dalam daging bagi umat Islam.

Pernyataan yang sangat jelas mengenai Irshad Manji sebagai seorang lesbian justru sangat banyak di buku sebelumnya, bahkan lengkap dengan sejarah bagaimana ia menjalin kasih dengan sesama jenis hingga kemudian memutuskan untuk mengambil jalan membela hak-hak kaum gay/lesbi. Simak tulisan Manji berikut ini (The Trouble with Islam, 2008, hal.26-27):

“Pertanyaan pertama adalah, “Bagaimana Anda bisa membuat Islam mampu menerima homoseksualitas?”Secara terbuka, kunyatakan diriku sebagai seorang lesbian. Aku memilih untuk “mengakuinya kepada dunia luar”. Karena, setelah menjadi dewasa dalam rumah tangga yang penuh penderitaan, di bawah kekuasaan Ayah yang sewenang-wenang, aku tidak akan menentang cinta suka-sama-suka yang menawarkan kegembiraan sebagai orang dewasa. Aku bertemu kekasih pertamaku pada usia dua puluhan. Beberapa minggu kemudian, aku menceritakan hubunganku dengannya kepada Ibu. Dia merespons dengan bijak, seperti biasanya. Sehingga, pertanyaan apakah aku bisa menjadi seorang muslim dan seorang lesbian pada saat yang bersamaan hampir tidak menggangguku sama sekali. Yang itu adalah agama. Yang ini adalah kebahagiaan. Aku tahu mana yang lebih kubutuhkan. Sembari mempelajari Islam, aku terus mempelajari seni mempertahankan hubungan dengan perempuan (yang merupakan hal yang lain lagi), memproduksi tayangan TV, dan secara umum menjalani hidup yang penuh pilihan bagi seorang yang berusia dua puluhan di Amerika Utara.

Sejalan dengan pekerjaanku di TV yang telah membuatku menjadi figur publik yang menonjol, harapanku untuk merekonsiliasi homoseksualitas dengan Islam turut berevolusi menjadi kesibukan tersendiri. Aku memasuki periode introspeksi diri yang serius, bahkan juga tergoda dengan kemungkinan untuk meninggalkan Islam demi keutuhan cinta. Tujuan apa lagi yang lebih baik daripada cinta, yang mengharuskan kita mengorbankan segalagalanya?

Tapi, setiap kali aku tenggelam dalam introspeksiku yang sunyi, aku selalu kembali ke dalam realitas. Bukan karena takut. Tapi karena keinginan untuk berlaku adil—terhadap diriku sendiri. Sebuah pertanyaan menuntunku untuk berpikir secara mendalam: jika Tuhan yang Maha Mengetahui dan Mahakuasa tidak menghendakiku menjadi seorang lesbian, lalu mengapa Dia masih memberiku kesempatan hidup?

Tantangan hebat untuk “menjelaskan diriku” hampir menjadi peristiwa sehari-hari setelah tahun 1998. Pada tahun itu aku mulai memandu acara QueerTelevision, sebuah acara di TV dan Internet yang mengupas budaya gay dan lesbian yang belum pernah ada sebelumnya. Tayangan itu membahas orang, bukan pornografi. Namun demikian, acara itu membuat orang Islam dan Kristen fundamentalis mengeluarkan petisi terbuka yang melawan kehadiranku di layar TV mereka. Sebenarnya aku tidak berharap apa pun. Tetapi, naifkah diriku jika berharap agar mereka tidak langsung mengutukku, melainkan memberiku kesempatan untuk berdialog dengan mereka?

Cara dialog sudah kucoba. Sebagai pencinta perbedaan, termasuk perbedaan pandangan, aku tak pernah mencampakkan surat-surat dari pihak yang mencelaku ke tong sampah. Sungguh, secara teratur aku membacakan surat-surat tersebut pada tayanganku. Misalnya: “Saya memberi tahu Anda bahwa satu-satunya Tuhan dan Tuhan yang sejati, yaitu Tuhan di dalam Injil, telah menegaskan dengan sangat jelas bahwa kaum Sodom telah mengorbankan kemanusiaan demi hawa nafsu yang kacau dan sesat. Karena perbuatan yang nista mereka dibenci Tuhan. Mereka bukan lagi manusia, dan akan segera dihukum…”

Sejumlah muslim yang menelepon dan mengirim e-mail ke QueerTelevision setuju dengan pendapat orang Kristen ini (kecuali pada bagian tentang satu-satunya Tuhan dan Tuhan yang sejati hanya milik Injil). Namun demikian, tidak seorang muslim pun yang menanggapi tantangan balikku, yang kuulang-ulang pada percakapan itu: Bagaimana mungkin Al-Quran pada saat yang sama mencela homoseksualitas dan menyatakan bahwa Allah “membuat sempurna segala sesuatu yang Dia ciptakan”? Bagaimana para pengkritikku menjelaskan fakta bahwa, menurut kitab yang mereka anut, Tuhan secara sengaja merancang kebinekaan dunia yang mencengangkan? Pertanyaan yang menyerang homoseksualitas dengan dalil-dalil Islam sungguh menguji keyakinanku. Tapi, memikirkan pertanyaan itu membuatku sadar bahwa dialog yang sehat adalah sesuatu yang mungkin dilakukan jika kita lebih sedikit peduli pada di mana posisi kita ketimbang di mana kuasa Tuhan.”

Dari kutipan di atas, sangat jelas latar belakang pemikiran Irshad Manji yaitu dari kenyataan bahwa ia seorang Lesbian karena faktor keluarga yang tidak ideal dengan sosok ayah yang menurutnya sewenang-wenang. Faktor psikologis inilah yang, mungkin, kemudian menjadikannya seorang Lesbian. Dan, menurutnya, gay/lesbian jumlahnya bukan sedikit dan itu banyak terjadi di dunia Muslim. Entah karena faktor yang sama dengan dirinya yaitu faktor keluarga ataupun faktor lain. Fakta-fakta dari kunjungan dan pengakuan dari para fans melalui email ia kemukakan secara lengkap.

Dari Muslim Refusenik Hingga Mengklaim Diri Sebagai Mujtahid

Irshad Manji pada tahap awal perkembangan pemikirannya menyebut diri sebagai “Muslim Refusenik”. Pada halaman 8 buku pertamanya ia menulis: “..aku bersiap-siap memasuki bab berikutnya dari kehidupanku sebagai seorang muslim Refusenik.

Apa yang dimaksud Muslim Refusenik? Pada buku pertamanya ada bab khusus, yaitu pada bab pertama, yang menjelaskan tentang Muslim Refusenik ini. Judul bab itu: “Kenapa Aku Menjadi Muslim Refusenik?”

Manji menyebut istilah Muslim Refusenik dan menjelaskan maknanya sebagai berikut (The Trouble with Islam, 2008, hal.8-9):

“Anda mungkin bertanya-tanya, aku ini siapa, kok berani bicara seperti ini. Aku adalah Muslim Refusenik. Itu tidak berarti aku menolak menjadi seorang muslim. Itu berarti aku menolak untuk bergabung dengan pasukan “robot” yang mudah dimobilisasi secara otomatis untuk melakukan tindakan atas nama Allah. Aku mengambil istilah ini dari kelompok refusenik permulaan: kaum Yahudi Soviet yang memperjuangkan kebebasan beragama dan kebebasan pribadi. Tuan-tuan mereka yang komunis tidak memperbolehkan mereka pindah ke Israel. Karena usaha-usaha mereka untuk meninggalkan Uni Soviet, banyak kaum refusenik harus membayar dengan kerja paksa dan kadang dengan nyawa.

Seiring waktu, penolakan mereka yang tiada henti untuk patuh pada mekanisme kontrol pikiran dan pembunuhan-karakter turut membantu mengakhiri sistem totalitarian di negara itu. Demikian halnya, aku mengangkat topi pada kaum refusenik yang lebih baru—para tentara Israel yang menentang pendudukan militer di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dalam spirit yang sama, kita pun mesti menentang penjajahan ideologis terhadap pikiran kaum muslim.”

Setelah ia menjalani diri sebagai Muslim Refusenik maka ia kemudian merasa harus beranjak dari Muslim Refusenik ke seorang mujtahid (menafsirkan al-Quran dengan cara pandang dirinya). Simak perkataannya berikut ini (The Trouble with Islam, 2008, hal.136):

“Dengan cara begitu, aku telah berhenti menjadi seorang refusenik. Beri jalan aku untuk melakukan Operasi Ijtihad..”

Manji juga memberikan beberapa alasan kenapa ia harus berijtihad:

“Bagiku, jalan ke depan sepertinya harus berusaha menjawab tiga tantangan pada saat yang sama.Pertama, merevitalisasi ekonomi dengan melibatkan potensi wanita. Kedua, memberikan tantangan pada bangsa Arab padang pasir untuk melakukan penafsiran yang beragam terhadap Islam. Ketiga, bekerja sama dengan Barat, bukan melawannya. Di masing-masing tantangan tersebut, apa yang sedang kita runtuhkan adalah semangat tribalisme yang sudah tua.”

Penafsiran Irshad Manji Mengenai Ayat Kaum Luth

Satu hal yang menarik adalah penafsiran bebas Manji terhadap ayat al-Quran mengenai azab terhadap kaum Luth. Ia mengambil jalan bertentangan dengan penafsiran arus besar. Simak apa yang ia tulis berikut ini (Allah, Liberty & Love, 2011, hal.132):

“Nah sekali lagi, patahkan keyakinan dengan ayat-ayat Al-Quran sederhana yang mendorongmu untuk tidak terlalu berlebihan dengan ayat-ayat yang tersirat. Cerita Sodom dan Gomorah—kisah Nabi Luth dalam Islam—tergolong tersirat (ambigu). Kau merasa yakin kalau surat ini mengenai homoseksual, tapi sebetulnya bisa saja mengangkat perkosaan pria “lurus” oleh pria “lurus” lainnya sebagai penggambaran atas kekuasaan dan kontrol. Tuhan menghukum kaum Nabi Luth karena memotong jalur perdagangan, menumpuk kekayaan, dan berlaku tidak hormat terhadap orang luar.

Perkosaan antara pria bisa jadi merupakan dosa disengaja (the sin of choice) untuk menimbulkan ketakutan di kalangan pengembara. Aku tidak tahu apakah aku benar. Namun demikian, menurut Al-Quran, kau pun tidak bisa yakin apakah kau benar. Nah, kalau kau masih terobsesi untuk mengutuk homoseksual, bukankah kau justru yang mempunyai agenda gay? Dan sementara kau begitu, kau tidak menjawab pertanyaan awalku: “Ada apa dengan hatimu yang sesat?”

Irshad Manji Membela Salman Rushdie Dibanding Fatwa Imam Khomeini

Hal lain yang menarik dari buku Allah, Liberty & Love adalah keberpihakan Manji pada Salman Rushdie (pengarang buku Ayat-ayat Setan / Satanic Verses) dan seakan sangat antipati pada Imam Khomeini yang telah mengeluarkan fatwa hukuman mati bagi Rushdie. Hal itu terlihat jelas ketika ia merasa heran kenapa umur Salman Rushdie lebih lama daripada usia Ayatullah Khomeini yang justru sebagai orang yang memfatwakan kematian Rushdie.

Simak perkataan Manji berikut ini (Allah, Liberty & Love, 2011, hal.2):

“Sungguh luar biasa, Salman Rushdie hidup lebih lama daripada Ayatollah Khomeini! Pada 14 Februari 1986, Khomeini mengerahkan mesin pembunuh di Republik Islam Iran untuk menjanjikan kematian Rushdie, sang pengarang The Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan). Namun, novelis ini melawan ulama paling terkenal di dunia itu”.

Itulah butir-butir penting yang dapat ditelusuri dari buku Irshad Manji. Untuk penilaian diserahkan sepenuhnya pada pembaca.**[harjasaputra]

Rabu, 20 April 2016

Sunan Nyamplungan dan Sejarah Karimun Jawa

Tidak ada komentar :
Nama Karimunjawa menurut rakyat setempat tidak terlepas dari sosok Sunan Nyamplung yang bernama asli Amir Hasan. Dia adalah putra Sunan Muria yang sejak kecil agak dimanjakan oleh ibundanya Dewi Sujinah, sehingga perilakunya cenderung nakal. Amir Hasan dititipkan kepada pamannya, Sunan Kudus, dengan harapan perilakunya berubah dan itu menjadi kenyataan karena kemudian ia menjadi sosok pemuda yang sangat taat.
Sunan Muria yang sangat bangga melihat perkembangan putranya itu kemudian memerintahkannya pergi ke salah satu pulau yang terlihat kremun-kremun dari puncak Gunung Muria. Disertai dua orang abdi, Amir Hasan berangkat dan diberi bekal berupa dua buah biji Nyamplung untuk ditanam di pulau tersebut. Di samping itu ia juga membawa Mustaka Masjid (sampai saat ini masih berada di kompleks pemakaman Sunan Nyamplung).
Pulau yang terlihat kremun-kremun dari daratan Jawa itu akhirnya menjadi tempat tinggal Amir Hasan dan pohon Nyamplung yang ditanamnya tumbuh subur berkembang biak hingga mengitari pulau. Sampai sekarang masyarakat menyebut Amir Hasan sebagai "Sunan Nyamplungan".
Tapi saat kepergian Amir Hasan ke pulau itu rupanya tidak dengan sepengetahuan ibunya. Mengetahui anaknya tidak berada di rumah, Sang Ibu terkejut dan segera bergegas menyusulnya ke pantai. Maksudnya hanya ingin memberi tambahan bekal. Sesuai kesukaan anaknya, Nyai Sunan Muria membawakan pecel lele dan siput yang telah dimasak.
Namun, ketika ia sampai di pantai, sang anak telah berangkat bersama dua pengiringnya. Dengan rasa kecewa akhirnya bungkusan pecel lele dan bungkusan siput dibuang ke laut. Atas kehendak Tuhan, bungkusan itu terbawa ombak dan mengikuti perjalanan Amir Hasan sampai ke Karimunjawa. Hal inilah yang konon kemudian mengakibatkan ikan-ikan lele yang ada di Karimunjawa tidak memiliki patil. Areal ini sekarang dikenal dengan nama Legon Lele, yaitu kawasan di bagian timur Pulau Karimunjawa. Demikian pula, konon, sampai sekarang siput yang hidup di Legon Lele juga memiliki ciri khas, yaitu punggungnya belong.

Ular Bermata Buta
Diriwayatkan pula ketika Amir Hasan sampai di daratan Karimunjawa, ia mulai mencari tempat yang cocok untuk menyebarluaskan agama Islam. Tiba-tiba seekor ular menghadangnya. Ular itu bertubuh pendek, berwarna hitam dan sangat berbisa. Ular itu berusaha menggigit Amir Hamzah tetapi tidak mempan. Namun Amir Hamzah sangat marah dan mengutuk ular tersebut menjadi buta. Sampai sekarang jenis ular yang dikenal dengan nama 'Ular Edor' ini, matanya buta dan umumnya tidak mampu untuk bergerak di siang hari.
Konon, kayu yang digunakan Amir Hamzah mengutuk Ular Edor itu ialah Kayu Setigi. Maka tak heran jika Kayu Setigi ini kemudian dipercaya masyarakat Karimunjawa dapat menyerap bisa dari semua binatang, termasuk ular.

Kayu Dewa dan Kalimosodo
Makam Sunan Nyamplungan terletak di Puncak Gunung Karimunjawa sebelah utara. Di pintu gerbang pemakaman itu terdapat dua buah pohon besar, Masyarakat setempat menyebutnya sebagai "Kayu Dewa".
Menurut kepercayaan masyarakat di sana sampai sekarang, kayu Dewadaru ini mempunyai khasiat dan bahkan dikeramatkan. Konon, barang siapa menyimpan kayu tersebut di rumah, akan terhindar dari niat orang mencuri dan orang bermaksud jahat lainnya.
Berat jenis Kayu Dewadaru dan Kayu Segiti lebih besar dari air, sehingga jika diletakkan di air kayu tersebut akan tenggelam.
Sedangkan Kayu Kalimosodo, konon dapat digunakan untuk menghalau lelembut atau roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Biasanya, kayu ini diisi mantra-mantra oleh "orang-orang pintar" di sana sesuai keinginan pemilik kayu.

Jumat, 15 April 2016

Sajak Atas Nama ~ Gus Mus

Tidak ada komentar :
Salam penuh kebahagiaan semoga tercurah pada kita semua, khususnya para pembaca setia dan para santri.
Langsung saja disini kami tidak akan  mengulas tentang makna puisi SAJAK ATAS NAMA karya Gus Mus. Karena kami ialah orang awam yang tak mungkin bisa mengupas keindahan sastra beliau, maka disini kami hanya menampilkan bait sajak beliau. Sebagai kaum bodoh penuh dosa kami hanya bisa merenung dan menangis mendengar Gus Mus membaca sajak ini. Penuh dengan sindiran, penuh dengan kritikan kepada manusia-manusia yang tak paham arti manusia. Untuk orang yang men-Tuhankan agama. Untuk orang yang men-Tuhankan kepemimpinan. Untuk orang-orang yang meleceehkan keadilan inilah bait yang mengajarkan kasih sayang.

………………….. SAJAK ATAS NAMA………………….

Ada yang atas nama Tuhan melecehkan Tuhan

Ada yang atas nama negara merampok negara

Ada yang atas nama rakyat menindas rakyat

Ada yang atas nama kemanusiaan memangsa manusia

Ada yang atas nama keadilan meruntuhkan keadilan

Ada yang atas nama persatuan merusak persatuan

Ada yang atas nama perdamaian mengusik perdamaian

Ada yang atas nama kemerdekaan memasung kemerdekaan

Maka atas nama siapa saja atau siapa saja

Kirimlah laknat kalian

Atau atas namaku perangilah mereka

Dengan kasih sayang…

Gus Mus, Rembang

Senin, 11 April 2016

Amilatun Nasibah

Tidak ada komentar :
"Amilatun nashibah" artinya adalah; amal-amal yg HANYA melelahkan.

Ayat ke3 surah Al Ghosyiyah, rangkaian ayat di awal surah ini bercerita ttg neraka dan para penghuninya.

Ternyata salah satu penyebab orang dimasukan ke neraka adalah sebab amalan yg banyak dan beragam tapi penuh cacat; baik motif dan niatnya, maupun kaifiyat yg tidak sesuai dengan sunnah Rasululloh sallallahu alaihi wasallam.

AstaghfiruLlahal'adzhim…
Alkisah, 'Umar bin Khathab menangis saat mendengar ayat ini...
Alkisah juga, suatu hari Atha As-Salami, seorang Tabi`in bermaksud menjual kain yg telah ditenunnya kepada penjual kain di pasar. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan, "Ya, Atha sesungguhnya kain yg kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya."

Begitu mendengar bahwa kain yg telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis.
Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata, "Atha sahabatku, aku mengatakan dg sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dan membayarnya dg harga yg pas."

Tawaran itu dijawabnya, "Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya? ketahuilah sesungguhnya yg menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu.

Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yg telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sbg ahlinya ternyata ada cacatnya.

Begitulah aku menangis kepada Alloh dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yg telah aku lakukan selama bertahun- tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin di mata Alloh sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yg menyebabkan aku menangis."

Semoga kita menyadari sedini mungkin tentang amal yg kita lakukan apakah sudah sesuai ataukah tidak.

Hanya dg ilmulah kita akan mengetahui dimana letak kekurangan amal kita.
Maka BUKAN HANYA dengan beramal sebanyak-banyaknya, tapi juga PENTING untuk beramal dengan SEBENAR-BENARNYA...

Berbahagialah orang yang dibuat memiliki semangat menuntut ilmu yang menjadikan senantiasa mendekat dan lebih mengenal Rabbnya..

Semoga Allah senantiasa merahmati dan memberkahi hidup kita dengan iman...ilmu dan amal...

Aamiin yaa Rabb..
Wallahu a'lam Bishowab.

Kamis, 07 April 2016

GUS DUR & 'MATA' ALLAH : Rahasia Gus Dur Memandang Segala Sesuatu

Tidak ada komentar :
Dialog ini tak sengaja kami temukan dari salah satu postingan anggota grup facebook Dagelan Santri Indonesia (DASI). Karena itu merupakan dialog yang bias memberi banyak manfaat da hikmah bagi para pembaca, maka kami memutuskan untuk menulisnya di blog ini.

Tanpa didampingi siapa pun, Gus Dur dan Mughni (Narasumber) bertemu di warung nasi depan kampus mughni. Pakaian batik dan sarung membungkus tubuhnya, peci yang miring serta kacamata tebalnya melengkapi kediriannya. Dialog yang bagi Mughni aneh pun terjadi. Aneh karena perbincangan mereka kesana kemari, tak jelas arahnya.
Gus Dur :
"Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.!"
Mughni :
"Iya, Gus. Tapi.."
Gus Dur :
"Bagaimana tidak repot, hidupmu terlalu banyak 'tapi'.!"
Mughni :
"Hehehehe.."
Gus Dur :
"Apa kamu kenal Wa Totoh? Maksud saya KH. Totoh Ghozali."
Mughni :
"Disebut kenal ya tidak, tapi saya sering mendengar ceramah-ceramahnya di Radio."
Gus Dur :
"Belajarlah kamu kepadanya, bagaimana memurnikan tauhid masyarakat. Dia menggunakan bahasa lokal sebagai senjatanya, memakai humor cerdas tanpa hina dan caci."
Mughni :
"Baik, Gus, kalau itu perintah Panjenengan."
Gus Dur :
"Ini bukan perintah, ini memang sesuatu yang seharusnya kamu lakukan sebagai Da'I."
Mughni :
"Laksanakan."
Gus Dur :
"Kamu suka menulis?"
Mughni :
"Tidak, Gus, tulisan saya buruk sekali. Saya coba menulis puisi atau cerita pendek, tapi benar-benar buruk hasilnya."
Gus Dur :
"Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita, makanya tulisan kamu tidak bagus."
Mughni :
"Lha, Panjenengan tau darimana kalau saya belum pernah dilukai wanita?"
Gus Dur :
"Ya itu tadi, karya sastramu buruk sekali."
Mughni :
"Hmmmmm.."
Gus Dur :
"Kamu pernah di pesantren?"
Mughni :
"Pernah, Gus."
Gus Dur :
"Dimana?"
Mughni :
"Di Al-Falah sama di Al-Musaddadiyah."
Gus Dur :
"Rupanya kamu Santri Kyai Syahid sama Kyai Musaddad."
Mughni :
"Iya."
Gus Dur :
"Saya juga sering bersilaturahmi ke beliau-beliau itu. Mereka salah satu penjaga Islam Ahlussunnah wal Jama'ah."
Mughni :
"Ketika jadi Santri, saya nakal sekali. Saya merasa malu kepada beliau-beliau itu, Gus."
Gus Dur :
"Saya beritahu kamu, kebaikan seorang Santri tidak dilihat ketika dia berada di Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik."
Mughni :
"Terima kasih, Gus."
Gus Dur :
"Dunia tanpa pesantren, bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah karena kamu pernah menjadi bagian di dalamnya."
Mughni :
"Iya, Gus."
Gus Dur :
"Kamu mau tau rahasia hidup saya dalam memandang segala sesuatunya?"
Mughni :
"Tentu, Gus, saya ingin tau rahasia panjenengan."
Gus Dur :
"Dalam memandang segala sesuatu, gunakanlah 'Mata' Allah."
Mughni :
"Waduh. Bagaimana contohnya?"
Gus Dur :
"Contohnya begini. Ketika saya didatangi banyak orang yang meminta perlindungan, apakah orang itu benar atau salah, saya terima semuanya dengan lapang dada. Karena apa? Saya selalu yakin, Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk datang kepada saya. Jika saya tolak karena mereka bersalah, itu sama saja saya menolak kehendak Allah. Perlindungan saya kepada orang-orang yang disudutkan karena kesalahannya itu, bukanlah bentuk bahwa saya melindungi kesalahannya, tapi saya melindungi kemanusiaannya."
Mughni :
"Duh.."
Gus Dur :
"Lebih jauhnya begini. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca al-Qur'an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur'an. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda Agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah."
Mughni :
"Ya Allah.."
Adaptasi dari tausiyah Guru Niam Muiz  (Haul Gus Dur yang ke-6)
Pelajaran yang bias kita ambil dari dialog tersebut adalah :
·         Sebenar apapun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan!
·         Jangan banyak Tapi-tapian karena itu dapat mempersulit diri kita sendiri.
·         Jika kamu ingin mengatahui apakah seseorang pernah dilukai hatinya atau tidak, lihatlah tulisannya. Seorang yang sastra atau tulisannya jelek berarti ia belum pernah dilukai wanita makanya ia kurang inspirasi. So , jika kalian ingin bisa nulis mintalah perempuan untuk melukaimu.
·         kebaikan seorang santri tidak dilihat ketika dia berada di Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kita tinggal membuktikannya.
·         Janganlah kalian membenci seseorang karena dia tidak bisa membaca al-Qur'an, karena orang itu yang berbeda Agama, ataupun karena mereka melanggar moral. Itu artinya kamu mempertuhankan Al Qur’an, Agama dan Moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.

Wallahu a’lam bishowab…